Thursday, October 6, 2016

MUI Laporkan Ahok ke Polisi


VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab disapa Ahok, dilaporkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke Polda Sumatera Selatan, Kamis 6 Oktober 2016. Ahok dilaporkan, lantaran dinilai telah melakukan penistaan terhadap agama Islam.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Fajar GM - VIVA.co.id)
Add caption
Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Sumsel, Yogi Vitagora mengatakan, mereka baru mengetahui, jika Ahok telah melakukan pelecehan terhadap ayat suci Alquran, setelah melihat video berbagi Youtube.
"Mestinya, dia (Ahok) tidak perlu menyinggung soal Alquran. Dia tidak paham dan tidak mengimani. Itu kan hak umat Muslim. Kalau dia mengajak agamanya sendiri, ya tidak apa-apa, dan tidak ada masalah," ujar Yogi.
Di video itu, Ahok tampak mengarahkan warga untuk memilihnya dengan membantah penafsiran surat Al Maidah.

"Bapak ibu ga bisa pilih saya....Dibohongin dengan surat Al Maidah 51...macem-macem itu...itu hak bapak ibu, kalau bapak ibu merasa ga milih neh karena saya takut neraka, dibodohin gitu ya..gapapa..." kata Yogi, menirukan ucapan Ahok di dalam video tersebut.

Atas pernyataan Ahok itu, MUI Sumsel bersama organisasi Islam akan melakukan aksi dengan turun ke jalan, agar Ahok meminta maaf kepada umat Islam.

"Kami laporkan pasal 156 KUHP jo pasal 27-28 ITE tentang Penistaan Agama dan Pencemaran Nama Baik Agama pasal 310-311 KUHP. Rencananya, dalam waktu dekat kami akan turun ke jalan, meminta Ahok meminta maaf dan proses hukumnya berlangsung," ujar Yogi. (asp)

Sumber : VIVA.co.id

Tuesday, August 23, 2016

10 Bersaudara Hafal Al-Qur'an

dakwatuna.com – Telanaipura. Siapa yang menyangka bila 10 putra pasangan H Mutammimul Ula (Ustadz Tammim) dan Wirianingsih (Ibu Wiwi), ternyata bisa menjadi penghapal Alquran alias Hafizh. Pada Sabtu (28/8) lalu, keluarga ini mengikuti undangan DPD PKS Jambi.

Kedua pasangan suami istri tersebut mendidik dan membina kepribadian putra-putrinya dengan kebaikan akhlak, perilaku Qurani, anggota keluarga tidak pernah lepas untuk menghapal ayat suci Alquran yang menjadi pegangan hidup bagi seluruh umat muslim.

Keluarga tersebut juga menjadi inspirasi bagi keluarga muslim lainnya untuk dapat meneladani keistimewaannya. Kesepuluh putra mereka, selain berhasil di bidang keagamaan, juga berhasil di bidang akademik dan kemasyarakatan.
Misalnya, putra pertama H Mutamimul ‘Ula, Afzalurahman Assalam. Kini dia semester akhir Teknik Geofisika ITB, hafal Alquran sejak usia 13 tahun, dan Juara I MTQ putra pelajar SMU se-Solo. Selain itu, dia juga menjabat sebagai Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007.

Hal itu membuktikan bahwa prestasi di bidang menghapal Alquran tidak menyurutkan prestasi lainnya di bidang keduniawiaan, terutama dalam bidang pendidikannya yang terus menanjak.

Selain dari seorang putranya itu, sembilan saudara lainnya juga memiliki prestasi gemilang, dari prestasi akademik, jabatan di keorganisasian, juara MTQ, dan selalu mendapatkan amanah yang baik di dalam lingkungan. Dari kesepuluh putranya, empat putranya hapal 30 juz, ada yang hapal 29 juz, 15 juz, 13 juz, sembilan juz, dan dua juz bagi dua putranya yang masih duduk di bangku SDIT Mampang Jakarta Selatan.

Dalam kesempatan menyambut momen Nuzul Quran (turunnya Alquran), DPD PKS Kota Jambi menghadirkan langsung H Mutamimul ‘Ula dan seorang putranya yang kedelapan yaitu Muhammad Syaihul Basyir atau akrab disapa Basyir, Sabtu (28/8) lalu di Aula Museum Negeri Jambi Telanaipura.



Keluarga Mutamimul pun membagikan tip dan menjadi motivator bagi keluarga muslim di Kota Jambi. Antusiasme peserta yang hadir dalam kegiatan cukup tinggi. Itu terlihat dari jumlah kursi yang disediakan seluruhnya terisi, bahkan ada peserta yang rela untuk berdiri demi mendengarkan motivasi dari H Mutamimul ‘Ula tersebut.

Bagaimana kunci kesuksesannya? Meski keduanya sibuk atas pekerjaan yang sebelumnya merupakan politikus dari PKS serta sibuk dalam dunia dakwah (menyebarkan syiar Islam di tengah masyarakat), namun, pasangan suami-istri ini memiliki komitmen terhadap pendidikan anak. Terutama pendidikan agama, akhlak dan kepribadian anak.

Keluarga ini sebagaimana keluarga lainnya yang hidup di tengah arus globalisasi, putra mereka tetap diberi kebebasan menikmati berbagai fasilitas teknologi. “Namun, yang terpenting adanya imun (kekebalan) di dalam diri anak. Sehingga anak dapat tetap terjaga,” ujar Ustad Tamim saat menyampaikan urainnya di hadapan peserta.

Tamim menekankan, banyak beramal ibadah, berdoa, merupakan kunci keberhasilan untuk kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Kedua pasangan ini sangat memperhatikan pentingnya manajemen waktu, konsisten (istiqamah), dan terus mengontrol perkembangan putra mereka dalam keluarga yang terus membina hubungan baik.

Bahkan, mengenai pengecekan hasil belajar putra mereka, kedua pasangan ini lebih mengutamakan untuk mengecek hapalan Alquran putra mereka, dan selanjutnya barulah menanyakan mengenai tugas sekolah atau kuliah. “Karena bila hapalan telah baik. Maka, yang lainnya akan ikut sendiri,” ujar Ustad Tamim yang sangat rendah hati dan tak pernah ingin berbangga diri itu.

Putra kedelapan Ustad Tamim yang baru kelas III SMP, Basyir mengutarakan, dia tidak begitu tertarik dengan permainan yang membuatnya lalai. Alquran aktivitas kebaikan lainnya, lebih menarik hatinya ketimbang harus menghabiskan waktu dengan permainan anak-anak yang marak akhir-akhir ini.
Saat dikonfirmasi kepada ketua pelaksana yang juga Ketua DPD PKS Kota Jambi Syafruddin Dwi Aprianto, dihadirkannya seorang inspirator generasi Qurani itu, bertepatan dengan momen Nuzul Quran pada Ramadan kali ini. 

 “Selain itu, untuk memotivasi keluarga muslim agar dapat meneladani Ustad Tamim dan istri yang dapat mendidik 10 putranya menjadi bintang Alquran,” katanya.(dwy/ji)

Sumber : http://www.dakwatuna.com

Sunday, June 12, 2016

Seminggu Lagi Nikah, Lelaki Itu Zinahi Calon Istri, Lalu Meninggal Dunia [Versi Lengkap]

Ilustrasi. (Foto : therarerose.wordpress.com)
Akhwatmuslimah.com – Mari jadikan kisah berikut ini sebagai pelajaran, untuk tidak bermudah-mudahan dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Apapun kondisinya. Bagaimanapun caranya. Terlebih lagi dengan bumbu “ta’aruf syar’i”, “khitbah”, namun tanpa diiringi dengan ilmu yang benar dalam penerapannya? Syaithan begitu bersemangatnya dalam menggelincirkan manusia. Apabila yang berlabel “aktivis dakwah” saja tergelincir dalam tipu muslihatnya,
bagaimanatah lagi dengan kami yang sekadar berlabel ‘orang awam”?

“Ah, surga masih jauh.”

Setelah bertaburnya kisah kebajikan, izinkan kali ini saya justru mengajak untuk menggumamkan keluh syahdu itu dengan belajar dari jiwa pendosa. Jiwa yang pernah gagal dalam ujian kehidupan dariNya. Mengapa tidak? Bukankah Al Quran juga mengisahkan orang-orang gagal dan pendosa yang berhasil melesatkan dirinya jadi pribadi paling mulia?

Musa pernah membunuh orang. Yunus bahkan sempat lari dari tugas risalah yang seharusnya dia emban. Adam juga. Dia gagal dalam ujian untuk tak mendekat pada pohon yang diharamkan baginya. Tapi doa sesalnya diabadikan Al Quran. Kita membacanya penuh takjub dan khusyu’. “Rabb Pencipta kami, telah kami aniaya diri sendiri. Andai Kau tak sudi mengampuni dan menyayangi, niscaya jadilah kami termasuk mereka yang rugi-rugi.” Mereka pernah menjadi jiwa pendosa, tetapi sikap terbaik memuliakan kelanjutan sejarahnya.

Kini izinkan saya bercerita tentang seorang wanita yang selalu mengatakan bahwa dirinya jiwa pendosa. Kita mafhum, bahwa tiap pendosa yang bertaubat, berhijrah, dan berupaya memperbaiki diri umumnya tersuasanakan untuk membenci apa-apa yang terkait dengan masa lalunya. Hatinya tertuntun untuk tak suka pada tiap hal yang berhubungan dengan dosanya. Tapi bagaimana jika ujian berikut setelah taubat adalah untuk mencintai penanda dosanya?
Dan wanita dengan jubah panjang dan jilbab lebar warna ungu itu memang berjuang untuk mencintai penanda dosanya.

“Saya hanya ingin berbagi dan mohon doa agar dikuatkan”, ujarnya saat kami bertemu di suatu kota selepas sebuah acara yang menghadirkan saya sebagai penyampai madah. Didampingi ibunda dan adik lelakinya, dia mengisahkan lika-liku hidup yang mengharu-birukan hati. Meski sesekali menyeka wajah dan mata dengan sapu tangan, saya insyaf, dia jauh lebih tangguh dari saya.
 
“Ah, surga masih jauh.”

Ilustrasi. (Foto : kertaswarna.wordpress.com)
Kisahnya dimulai dengan cerita indah di semester akhir kuliah. Dia muslimah nan taat, aktivis dakwah yang tangguh, akhwat yang jadi teladan di kampus, dan penuh dengan prestasi yang menyemangati rekan-rekan. Kesyukurannya makin lengkap tatkala prosesnya untuk menikah lancar dan mudah. Dia tinggal menghitung hari. Detik demi detik serasa menyusupkan bahagia di nafasnya.

Ikhwan itu, sang calon suami, seorang lelaki yang mungkin jadi dambaan semua sebayanya. Dia berasal dari keluarga tokoh terpandang dan kaya raya, tapi jelas tak manja. Dikenal juga sebagai ‘pembesar’ di kalangan para aktivis, usaha yang dirintisnya sendiri sejak kuliah telah mengentas banyak kawan dan sungguh membanggakan. Awal-awal, si muslimah nan berasal dari keluarga biasa, seadanya, dan bersahaja itu tak percaya diri. Tapi niat baik dari masing-masing pihak mengatasi semuanya.

Tinggal sepekan lagi. Hari akad dan walimah itu tinggal tujuh hari menjelang, ketika sang ikhwan dengan mobil barunya datang ke rumah yang dikontraknya bersama akhwat-akhwat lain. Sang muslimah agak terkejut ketika si calon suami tampak sendiri. Ya, hari itu mereka berencana meninjau rumah calon tempat tinggal yang akan mereka surgakan bersama. Angkahnya, ibunda si lelaki dan adik perempuannya akan beserta agar batas syari’at tetap terjaga.

“’Afwan Ukhti, ibu dan adik tidak jadi ikut karena mendadak uwak masuk ICU tersebab serangan jantung”, ujar ikhwan berpenampilan eksekutif muda itu dengan wajah sesal dan merasa bersalah. “’Afwan juga, adakah beberapa akhwat teman Anti yang bisa mendampingi agar rencana hari ini tetap berjalan?”

“Sayangnya tidak ada. ‘Afwan, semua sedang ada acara dan keperluan lain. Bisakah ditunda?”

“Masalahnya besok saya harus berangkat keluar kota untuk beberapa hari. Sepertinya tak ada waktu lagi. Bagaimana?”

Akhirnya dengan memaksa dan membujuk, salah seorang kawan kontrakan sang Ukhti berkenan menemani mereka. Tetapi bi-idzniLlah, di tengah jalan sang teman ditelepon rekan lain untuk suatu keperluan yang katanya gawat dan darurat. “Saya menyesal membiarkannya turun di tengah perjalanan”, kata muslimah itu pada saya dengan sedikit isak. “Meskipun kami jaga sebaik-baiknya dengan duduk beda baris, dia di depan dan saya di belakang, saya insyaf, itu awal semua petakanya. Kami terlalu memudah-mudahkan. AstaghfiruLlah.”

Ringkas cerita, mereka akhirnya harus berdua saja meninjau rumah baru tempat kelak surga cinta itu akan dibangun. Rumah itu tak besar. Tapi asri dan nyaman. Tidak megah. Tapi anggun dan teduh.

Ilustrasi. (Foto : hadwan.mywapblog.com)
Saat sang muslimah pamit ke kamar mandi untuk hajatnya, dengan bantuan seekor kecoa yang membuatnya berteriak ketakutan, syaithan bekerja dengan kelihaian menakjubkan. “Di rumah yang seharusnya kami bangun surga dalam ridhaNya, kami jatuh terjerembab ke neraka. Kami melakukan dosa besar terlaknat itu”, dia tersedu. Saya tak tega memandang dia dan sang ibunda yang menggugu. Saya alihkan mata saya pada adik lelakinya di sebalik pintu. Dia tampak menimang seorang anak perempuan kecil.

“Kisahnya tak berhenti sampai di situ”, lanjutnya setelah agak tenang. “Pulang dari sana kami berada dalam gejolak rasa yang sungguh menyiksa. Kami marah. Marah pada diri kami. Marah pada adik dan ibu. Marah pada kawan yang memaksa turun di jalan. Marah pada kecoa itu. Kami kalut. Kami sedih. Merasa kotor. Merasa jijik. Saya terus menangis di jok belakang. Dia menyetir dengan galau. Sesal itu menyakitkan sekali. Kami kacau. Kami merasa hancur.”

Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil mereka menghantam truk pengangkut kayu di tikungan. Tepat sepekan sebelum pernikahan.

“Setelah hampir empat bulan koma”, sambungnya, “Akhirnya saya sadar. Pemulihan yang sungguh memakan waktu itu diperberat oleh kabar yang awalnya saya bingung harus mengucap apa. Saya hamil. Saya mengandung. Perzinaan terdosa itu membuahkan karunia.” Saya takjub pada pilihan katanya. Dia menyebutnya “karunia”. Sungguh tak mudah untuk mengucap itu bagi orang yang terluka oleh dosa.

“Yang lebih membuat saya merasa langit runtuh dan bumi menghimpit adalah”, katanya terisak lagi, “Ternyata calon suami saya, ayah dari anak saya, meninggal di tempat dalam kecelakaan itu.”

“Subhanallah”, saya memekik pelan dengan hati menjerit. Saya pandangi gadis kecil yang kini digendong oleh sang paman itu. Engkaulah rupanya Nak, penanda dosa yang harus dicintai itu. Engkaulah rupanya Nak, karunia yang menyertai kekhilafan orangtuamu. Engkaulah rupanya Nak, ujian yang datang setelah ujian. Seperti perut ikan yang menelan Yunus setelah dia tak sabar menyeru kaumnya.

“Doakan saya kuat Ustadz”, ujarnya. Tiba-tiba, panggilan “Ustadz” itu terasa menyengat saya. Sergapan rasa tak pantas serasa melumuri seluruh tubuh. Bagaimana saya akan berkata-kata di hadapan seorang yang begitu tegar menanggung semua derita, bahkan ketika keluarga almarhum calon suaminya mencampakkannya begitu rupa. Saya masih bingung alangkah teganya mereka, keluarga yang konon kaya dan terhormat itu, mengatakan, “Bagaimana kami bisa percaya bahwa itu cucu kami dan bukan hasil ketaksenonohanmu dengan pria lain yang membuat putra kami tersayang meninggal karena frustrasi?”

“Doakan saya Ustadz”, kembali dia menyentak. “Semoga keteguhan dan kesabaran saya atas ujian ini tak berubah menjadi kekerasan hati dan tak tahu malu. Dan semoga sesal dan taubat ini tak menghalangi saya dari mencintai anak itu sepenuh hati.” Aduhai, surga masih jauh. Bahkan pinta doanya pun menakjubkan.

Allah, sayangilah jiwa-jiwa pendosa yang memperbaiki diri dengan sepenuh hati. Cuci dia dari dosa-dosa masa lalu dengan kesabarannya meniti hari-hari bersama sang buah hati. Allah, balasi tiap kegigihannya mencintai penanda dosa dengan kemuliaan di sisiMu dan di sisi orang-orang beriman. Allah, sebab ayahnya telah Kau panggil, kami titipkan anak manis dan shalihah ini ke dalam pengasuhanMu nan Maha Rahman dan Rahim.

Allah, jangan pula izinkan hati kami sesedikit apapun menghina jiwa-jiwa pendosa. Sebab ada kata-kata Imam Ahmad ibn Hanbal dalam Kitab Az Zuhd yang selalu menginsyafkan kami. “Sejak dulu kami menyepakati”, tulis beliau, “Bahwa jika seseorang menghina saudara mukminnya atas suatu dosa, dia takkan mati sampai Allah mengujinya dengan dosa yang semisal dengannya.” [Akhwatmuslimah.com]

Sumber :  Buku ‘Menyimak Kicau Merajut Makna’ ust. Salim A. Fillah, diceritakan kisah serupa berdasarkan penuturan si perempuan kepada beliau. Judul asli,  ‘Mencintai Penanda Dosa’, Hidayatullah.comyhougam.wordpress.com



Wednesday, May 18, 2016

Download GRATIS ebook fiqih puasa praktis Buya Yahya

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah tak terasa sebentar lagi ternyata kita kembali bertemu dengan bulan Ramadhan.
Sahabat, kali ini abang mau bagi buku fiqih praktis puasa yang ditulis oleh Buya Yahya. Buya Yahya adalah pengasuh dari pesantren Al-Bahjah cirebon.
Semoga buku ini bisa kita manfaatkan sebaik mungkin untuk tuntunan kita semua nanti di bulan ramadhan.
Aamiin.
Mangga... Yang mau silahkan download bukunya.


http://bang-riswan.mywapblog.com/files/fiqih-puasa-praktis-buya.pdf

atau disini

https://www.scribd.com/doc/313102961/Fiqih-Puasa-Praktis-Buya

Oke sahabat, semoga bermanfaat share juga ke temen-temennya ya !!
"Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya.". HR. Imam Muslim

sumber : http://bang-riswan.mywapblog.com/ebook-fiqih-puasa-praktis-buya-yahya.xhtml

Wednesday, April 27, 2016

INNA LILLAHI WA INNA ILAIH ROJI’UN, KH Ali Musthafa Ya’qub Meninggal Dunia


KH Ali Musthafa Ya’qub. (damailahindonesiaku.com)
dakwatuna.com – Jakarta.  Duka yang mendalam menyelimuti umat islam di Indonesia. Seorang ulama besar, KH Ali Mustafa Ya’qub dikabarkan meninggal dunia hari ini, Kamis (28/4/2016).

“INNA LILLAHI WA INNA ILAIH ROJI’UN… telah berpulang ke Rahmatullah pagi ini.. KH. PROF DR. ALI MUSTOFA YA’QUB (Mantan Wakil Ketua Kom. Fatwa MUI dan Anggota BPH DSN-MUI mantan Imam Besar Masjid Istiqlal) … Alamat Duka : PP. Darussunnah Jln SD Inpres Pisangan Ciputat”.  Demikian pesan singkat yang masuk kemeja redaksi dakwatuna.com pagi ini.
Semasa hidupnya beliau dikenal sebagai ulama besar, khususnya ketika KH Ali menjadi imam besar Masjid Istiqlal, Jakarta. Ulama yang dikenal sebagai pakar hadits ini termasuk ulama yang gencar menentang masuknya arus Syiah di Indonesia.
 
KH Ali Musthafa Ya’qub lahir di  di Batang, Jawa Tengah, pada tanggal 2 Maret 1952. Pada tahun 1976 KH Ali menuntut ilmu di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir dan Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Sekembalinya ke tanah air, KH Ali mengajar di Institut Ilmu al-Quran (IIQ), Institut Studi Ilmu al-Quran (ISIQ/PTIQ).
Hingga berita ini diturunkan belum diperoleh kabar dimana KH Ali Mustafa Yaqub akan di makamkan.  (sbb/dakwatuna)

Monday, April 18, 2016

Inilah 11 Tips Dari Ayah Musa, Untuk Menjadikan Anak Penghafal Al-Qur'an dan Hadits

Di Ambil dari Akun Fb : SRohmanto Abu Al Laits
Info tambahan, Musa sudah hafal ‘Umdatul Ahkam, Arbain Nawawi, Arbain hadits ust Abdul Hakim bin Amir Abdat, dan telah selesai Durusul Lughoh. Sekarang sedang menghafal Bulughul Maram. Semua program menghafalnya Musa dilakukan mandiri oleh Abu Musa di rumah saja!

1. Pada awalnya Musa kata beliau juga sulit menghafal sebagaimana umumnya anak, namun dengan ketekunan akhirnya hafal juga. Kunci paling penting adalah Murajaahnya alias mengulang-ulang hafalan. Perlu diketahui juga Abu Musa tidak hafal semua itu, namun bisa menjadikan Musa hafal dengan kuat.

2. Pergaulan dijaga. Bisa dikatakan Musa kurang bergaul dengan banyak anak, karena memang niat abinya untuk menjaga hafalan.

3. Televisi jauh jauh dah. Musa sangat dijaga jangan sampai nonton televisi. Bukti, pas ana ngobrol dengan beliau di ruang tunggu kebetulan pas di depan televisi beliau minta pindah. Pindah yuk, akh. Takut Musa nantinya lihat televisi, kata beliau.

4. Makanan dijaga. Sari kurma, madu dan propolis selalu diberikan kepada Musa dan adik-adiknya. Menghafal membutuhkan banyak energi!

5. Rutinitas harian Musa adalah: pagi setengah jam sebelum subuh, tahajud menjadi imam untuk adik-adiknya. Kemudian Subuh berjamaah di masjid. Setelah Subuh murajaahnya sampai jam 9 pagi. Musa kuat murajaah 10 juz dalam sehari secara rutin! Antum berapa, hayoo..

6. Jam 9-10 Makan pagi dll.

7. Jam 10-Dhuhur: Tidur siang. Tidur ini hukumnya wajib untuk Musa.

8. Habis Dhuhur nambah hafalan baru sampai Ashar.

9. Bada Ashar sekarang Musa sedang menghafal Bulughul Maram.

10. Jam 5-maghrib: Waktu bermain

11. Maghrib-Isya: Ikut taklim abinya. Sebelum Abinya nyampaikan taklim, Musa mengawali dengan membaca hafalannya. Dan terkadang hadirin dipersilakan bertanya mengetes. Ini berjalan hampir setiap hari.

Dan unik dan kadang bikin geli, banyak sekolah-sekolah yang mengundang Musa dan ayahnya, dan pengin belajar cara menghafal. Padahal semua tahu, Musa kan ‘tidak sekolah’. Jadi yang sekolah malah belajar sama yang ‘tidak sekolah’.

Saat bertemu, saya langsung tanya, Abu Musa, ya? Kemudian langsung menebak beliau mau ke Mesir untuk lomba Tahfidz sedunia. Dan benar. Dia satu-satunya yang mewakili Indonesia. Semoga menang, Musa!

Semoga obrolan ini menginspirasi semua orang tua. Monggo [ ]

Sumber : http://www.reportaseterkini.net

Thursday, April 14, 2016

Subahanallah, Hafizd Cilik Musa Satu-Satunya Utusan dari Indonesia dan Merupakan Peserta Paling Kecil pada MHQ Internasional di Mesir


Dalam rangka memenuhi undangan Kementerian Wakaf Mesir, Pemerintah RI melalui Kemenag mengutus Musa La Ode Abu Hanafi (7 tahun 10 bulan) didampingi oleh orang tuanya, La Ode Abu Hanafi untuk mengikuti Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016. Jumlah peserta MHQ Internasional Sharm El-Sheikh untuk semua cabang mencapai 80 orang yang terdiri dari 60 negara antara lain Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, Ukraina, dan Indonesia serta negara-negara lainnya. Dalam hal ini, Musa merupakan utusan Indonesia satu-satunya yang berpartisipasi pada perlombaan tersebut.

Musa mengikuti lomba cabang Hifz al-Quran 30 juz untuk golongan anak-anak, dan merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba, karena peserta lainnya berusia di atas sepuluh tahun. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta Indonesia yang mendorong jurnalis Kantor Berita MENA mewawancarai Musa dan orang tuanya pada hari pertama kedatangan mereka, sebelum bertanding. Pada keesokan harinya hasil wawancara tersebut sudah dimuat di sejumlah media Mesir dengan judul: Indonesia Berpartisipasi pada MTQ Internasional Sharm El-Sheikh dengan Peserta Paling Kecil.

Seperti peserta lomba cabang Hifzil Quran golongan anak-anak lainnya, Musa diminta untuk menuntaskan 6 soal, yang berhasil dilalui Musa dengan tenang, tanpa ada salah maupun lupa. Hal itu berbeda dengan para peserta lomba lainnya yang rata-rata mengalami lupa, bahkan diingatkan dan dibetulkan oleh dewan juri. Lancarnya bacaan dan ketenangan Musa dalam membawakan ayat-ayat Al-Quran yang ditanyakan membuat Ketua Dewan Juri Sheikh Helmy Gamal, Wakil Ketua Persatuan Quraa Mesir dan sejumlah hadirin meneteskan air mata.

Decak kagum terhadap penampilan Hafiz Cilik Indonesia tidak hanya ditunjukkan oleh dewan juri dan para hadirin. Para peserta yang menjadi saingan Musa pun menunjukkan decak kagum kepada utusan Indonesia tersebut. Setelah tampil, Musa langsung diserbu oleh oleh para hadirin untuk berfoto dan mencium kepalanya sebagai bentuk takzim sesuai budaya masyarakat Arab. Tak mau ketinggalan, Dewan Juri dan panitia dari Kementerian Wakaf Mesir ikut pula meminta Musa untuk berfoto dengan mereka. Hal itu tidak mereka lakukan terhadap peserta MTQ lainnya. Meskipun karena usianya yang masih kecil dan lidahnya yang masih cadel dan belum bisa mengucapkan hurup "R" Musa dinilai telah menjadi juara di hati dewan juri dan para hadirin, meskipun secara tertulis dia hanya memperoleh juara tiga. Hal itu karena menurut Syeikh Helmy Gamal bacaan Al-Quran diatur dengan kaedah dan hukum yang jelas dan tidak bisa dikesampingkan antara lain terkait makharijul huruf.

Pada acara penutupan, Menteri Wakaf Mesir Prof. Dr. Mohamed Mochtar Gomaa memanggil Musa dan Abu Hanafi secara khusus. Pada kesempatan tersebut Menteri Gomaa atas nama Pemerintah Mesir mengundang Musa dan Hanafi pada peringatan Malam Lailatul Qadar yang diadakan pada Ramadan mendatang. Disebutkan bahwa Presiden Mesir akan memberikan penghargaan secara langsung kepada Musa. Pemerintah Mesir akan menanggung biaya tiket dan akomodasi selama mereka berada di Mesir. Menteri Gomaa menyampaikan takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa Arab, tapi menghapal Al-Quran dengan sempurna.

Lauti Nia Sutedja, Kordinator Fungsi Pensosbud KBRI Cairo menuturkan, "Delegasi cilik Indonesia, Musa, telah berhasil meningkatkan kecintaan bangsa lain terhadap Indonesia. Banyak peserta yang menyebutnya sebagai mukjizat. Alhamdulillah, staf kami telah berhasil merekam penampilan Musa secara utuh. Dalam waktu dekat akan kita turunkan pada laman resmi KBRI di situs jejaring Facebook dan Youtube agar dapat disaksikan oleh masyarakat di tanah air."

Sementara Meri Binsar Simorangkir, KUAI KBRI Cairo menyatakan bangga bahwa Musa yang masih kecil telah berhasil mengharumkan nama Indonesia melalui Al-Quran. Menurutnya, KBRI Cairo dalam hal ini sangat mendukung upaya Musa dalam meraih prestasinya, karena ia membawa nama Indonesia.​

Sumber : http://www.kemlu.go.id

MUI Laporkan Ahok ke Polisi

VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, atau akrab disapa Ahok, dilaporkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke Polda...